Tulisan ini sebenarnya sudah lama saya ingin tulis, sesaat setelah saya mengikuti suatu kelas dimana instrukturnya bercerita tentang “self image, self concept, etc etc” yang begitu dekat dengan literatur yang saya pernah dapatkan di bangku kuliah…yes, instrukturnya memang juga berlatar belakang pendidikan yang sama dengan saya, psikologi.
Dia bercerita mengenai tema tersebut seraya berulang kali bilang bahwa dia bukan cenayang, tapi karena dia sudah 15 tahun berkecimpung di bidang psikologi dan menghadapi banyak tipe manusia. Dalam hati saya, kenapa sih orang ini selalu menekankan kalimat ini? Memangnya ada apa?
Usut punya usut, setelah tanya sana sini (hehhee maksudnya ngobrol dengan teman sebelah saat di kelas -bukan untuk dicontoh), ternyata ibu ini katanya bisa membaca kepribadian orang lain hanya dalam hitungan detik. Hemm??
Sayangnya instruktur ini kurang membuat saya respek, pasalnya dengan “kelebihan”nya itu, dia membuka kepribadian beberapa peserta secara mendalam. It’s OK lah kalau untuk menerangkan tentang konsep “self image dan self concept” yang sedang dibahas, tetapi ini tidak ada sangkut pautnya dengan topik pembahasan, hanya menjadikan peserta sebagai pemancing suasana. Padahal dia sedang membahas mengenai konsep “self image”, yang menyebutkan bahwa self image dibangun atas landasan berpikir bahwa superego dibentuk atas kehendak untuk mengendalikan id dan ego, sehingga kepribadian “shadow” yang ada di bawah gunung es tidak muncul secara tak terkendali. Gampangnya, seseorang yang menuju dewasa akan berusaha mengendalikan sifat-sifat kekanak-kanakannya (misalnya : egosentris, tak mau diatur, tidak membereskan mainan/ tidak menyelesaikan pekerjaan, dll), sehingga lebih acceptable di masyarakat (bahasa kerennya “sesuai norma sosial”). Bayangkan kalau hal tersebut ditelanjangi, sehingga self image seseorang (bahkan yang paling buruk sekalipun), diungkap. Padahal dia tahu, untuk membangun self image butuh waktu yang tidak sedikit. Dan self image yang baik akan membentuk self concept yang baik pula. Hemm…mungkin dia hanya butuh panggung untuk menunjukkan kelebihannya.. π
Anyway, sebenarnya saya ingin membahas soal apakah ada orang yang benar-benar tahu kepribadian orang lain hanya dalam hitungan detik?
<<<<<
r : HUT Pusri ke-58, 18 desember 2017.
Lihat kerumuman orang di atas. Masing-masing individu unik. UNIK. Itulah hal yang pertama kali saya pelajari di bangku kuliah. Bahwa input-proses-output pada satu orang berbeda dengan input-proses-output pada orang lainnya. Bisa jadi dengan input/situasi yang sama, proses (tipe kepribadian, pengalaman hidup, proses belajar yang relatif mirip), tidak menjadikan output dua orang bisa sama juga.
Bahwa ada orang-orang yang dianugerahi kelebihan untuk membaca kepribadian dan bisa memprediksi reaksi seseorang dalam suatu waktu, saya bisa jadi sepakat. Tapi untuk menjadikannya landasan dalam merespon, berinteraksi, bahkan dalam mengambil keputusan, NO.
Dalam kesempatan yang sama (di kelas yang tadi saya sebutkan di atas), ada peserta yang bertanya kepada saya secara personal : bisakah mbak membaca kepribadian orang hanya dalam hitungan detik?
Maka jawaban saya adalah : Saya tidak bisa. Kalaupun saya ada kesempatan mempelajarinya dan saya menjadi orang yang bisa, maka saya tidak akan mau mengambil kesempatan itu.